Aktualterkini.com, Pekanbaru — Kasus dugaan pelecehan terhadap anak di bawah umur kembali mencoreng nama baik mantan aparatur sipil negara (ASN) di Riau. SKI (59), pria yang pernah menjabat berbagai posisi strategis di Pemkab Kampar dan Pemko Pekanbaru, kini dilaporkan melakukan kejahatan seksual terhadap keponakannya sendiri sebut saja Mawar, yang masih di bawah umur.
Terlapor SKI diketahui terakhir menjabat sebagai pejabat eselon III di Dinas Pariwisata Kampar sebelum pensiun pada 2024, dan sebelumnya juga pernah menjabat sebagai Kabid di Dinas PPA Kota Pekanbaru pada 2019. Ini ironis, karena PPA adalah bertugas melindungi anak dari kekerasan dan pelecehan seksual.
Kasus ini dilaporkan oleh Heni Yani Purba, yang justru merupakan mantan istri SKI sendiri ke Polda Riau pada 8 November 2024 lalu, dengan Nomor Laporan: LP/B/387/XI/2024/SPKT/POLDA RIAU.
Heni melaporkan dugaan persetubuhan terhadap korban Mawar, keponakan dari terlapor, yang diduga terjadi berulang sejak 2023 hingga 2024. Laporan dikenakan pasal 76D Jo Pasal 81 dan/atau 76E Jo Pasal 82 UU No 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
Namun, satu tahun berlalu, proses hukum belum menunjukkan perkembangan berarti. Terlapor belum juga ditetapkan sebagai tersangka.
“Saya hubungi penyidik, jawabannya hanya ‘sabar’, padahal saya sudah menunggu hampir setahun,” kata Heni, kecewa dalam konferensi Pers di Pekanbaru (03/12/2025) yang lalu.
Heni mengungkapkan, korban bahkan sempat beberapa kali mencoba bunuh diri karena tekanan psikologis yang berat.
Ancaman dan Perceraian
Heni dan SKI diketahui menikah resmi pada 2022 dan sempat menetap di Bangkinang. Namun, kasus ini mengguncang kehidupannya, hingga ia mengajukan gugatan cerai yang diputus sah oleh Pengadilan Agama Pekanbaru pada 2025.
“Awalnya kehidupan kami normal. Mawar tinggal bersama kami. Tapi tiba-tiba saya tahu semua ini. Rasanya sangat menghancurkan,” ucap Heni.
Mawar, menurut pengakuan Heni, awalnya mengaku hanya dicabuli. Namun dalam pengembangan BAP, korban kemudian mengungkapkan telah disetubuhi. Proses hukum pun tersendat karena alasan revisi BAP oleh penyidik.
Heni juga mengaku mendapat tekanan dari terlapor untuk mencabut laporan.
“Saya diancam. Kalau tidak mencabut laporan, akan ada hal-hal buruk yang terjadi,” ujarnya.
Polda Riau Merespons
Saat dikonfirmasi, Dirreskrimum Polda Riau Kombes Pol Asep Darmawan menyampaikan bahwa lambatnya proses disebabkan beberapa kendala.
“Ada penundaan pemeriksaan saksi dan perubahan keterangan korban. Tapi kami akan segera lakukan gelar perkara untuk kepastian hukumnya,” jelasnya melalui sambungan telepon.
Kini, pihak pelapor berharap agar kasus ini segera mendapat perhatian serius dari Kapolda Riau dan jajarannya, demi keadilan bagi korban dan keluarga.***







